Cara Memulai Usaha dengan Titip Jual

5/5 - (3 votes)

Hi sobat Uenaak nusantara,

Sudah pernah dengar istilah “Konsinyasi”? kalau mudahnya sih disebut titip jual. Dimana seseorang menitipkan barang dagangannya kepada orang lain untuk ikut dijual. Contohnya nih kamu punya keciput untuk dijual. Nah supaya cepat terjualnya kamu titipkan ke warung atau toko yang sudah ramai pembelinya.

Konsinyasi dalam bahasa inggrisnya (Consignment) adalah sebuah perjanjian dimana kamu sebagai pemilik barang(konsinyor) menyerahkan sejumlah barang kepada pihak tertentu(Konsinyi) yang kemudian mereka membantu menjualkan dan mendapatkan komisi dengan jumlah tertentu.

Nah konsinyasi ini juga merupakan sebuah strategi penjualan dimana kamu akan mendapatkan keuntungan seperti bebas dari sewa tempat, bebas dari biaya pegawai dan beban operasional lainnya yang akan kamu tanggung jika menjual sendiri barang daganganmu.

Bagaimana melakukan “Konsinyasi”

Untuk melakukan konsinyasi atau titip jual, sebaiknya kamu melakukan riset kecil kecilan dulu. Nah hal yang perlu kamu lakukan yaitu :

  1. Toko mana yang cukup strategis tempatnya dan ramai pembeli

Supaya produk kamu cepat laris, memilih toko yang strategis adalah Langkah yang tepat. Tujuannya supaya produk kamu cepat terkenal dan cepat laris. Semakin strategis toko yang akan kamu titip jualkan produk, makin besar pula kesempatan mendapatkan keuntungan.

  1. Cari tahu siapa pemilik toko tersebut dan jalinlah relasi yang baik dengan mereka.

Relasi yang baik dapat dibangun dengan komunikasi yang baik. Sebagai pembukaan anda bisa memperkenalkan diri dan  produk anda kepada pemilik toko.  Selanjutnya anda bisa memberikan penawaran margin yang cukup besar kepada pemilik toko agar mereka tertarik menjual produk Anda.

  1. Berikan tester kepada pemilik toko agar bisa memberikan testimoni pada customer.

Sebagai salah satu strategi penjualan, kamu bisa memberikan tester kepada pemilik toko dan beberapa sampel kepada karyawannya.  Salah satu cara penjualan yang paling efektif adalah dari mulut ke mulut alias testimoni dari orang yang sudah merasakan produk Anda.  Tentunya dengan begitu mereka bisa merekomendasikan produk Anda pada konsumen.

  1. Pastikan jumlah produk yang dititipkan dan kualitasnya.

Sebelum menitipkan barang, hitung dahulu berapa yang dititipkan dan lakukan pencatatan. Cek kondisi produk seperti kemasan apakah ada yang sobek atau tidak layak jual.

  1. Buatlah kesepakatan besarnya komisi penjualan yang akan diterima oleh pihak toko.

Nah yang terpenting adalah kamu harus menentukan berapa besaran komisi yang akan diterima oleh pemilik toko. Tidak memberatkan kamu dan cukup menguntungkan pemilik toko.

  1. Jangan lupa buat pencatatan barang dengan terperinci.

Untuk produk makanan cek lah jumlah barang yang dititipkan dan cek tanggal kadaluarsanya. Lakukan kunjungan ke toko untuk mengecek berapa banyak produk yang laku dan lakukan pergantian produk yang akan habis masa kadaluarsanya secara berkala.

Nah untuk kamu yang mau tahu bagaimana hukum konsinyasi dalam Islam, yuk lanjut bacanya.

Bagaimana Konsinyasi dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan islam, ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam hal konsinyasi di tempat kita. Dan kesemuanya membolehkan.

Akad Mudharabah

Yaitu dimana pemilik barang (Konsinyor) sebagai pemodal dan orang yang membantu menjualkan sebagai mudharib.

Akad ini bisa digambarkan sebagai berikut :

Si Pemilik Toko makanan di kota A sedang ada pameran kuliner. Lalu si B menawarkan diri menjualkan produk makanan si A dengan system konsinyasi. Dibayar sesuai dengan yang laku dan si B mendapatkan margin 30 % dari setiap produk makanan yang laku. Kemudian sisa makanan yang tidak laku dikembalikan.

Dalam posisi si A sebagai sohibul Mal dan sementara si B sebagai Mudharib. Modal usaha yang dijalankan dalam bentuk makanan.

Praktek jual seperti ini banyak dipraktekkan oleh para sahabat. Menjalankan misi dagang untuk barang milik orang lain. Kemudian bagi hasil atau diberi persenan sesuai jumlah yang laku.

Wakalah Bil Ujrah

Posisi pemilik barang sebagai yang mewakilkan (Al Mukil) sementara itu si penjual sebagai wakilnya.

Akad Mudharabah

Yaitu dimana pemilik barang (Konsinyor) sebagai pemodal dan orang yang membantu menjualkan sebagai mudharib.

Akad ini bisa digambarkan sebagai berikut :

Si Pemilik Toko makanan di kota A sedang ada pameran kuliner. Lalu si B menawarkan diri menjualkan produk makanan si A dengan system konsinyasi. Dibayar sesuai dengan yang laku dan si B mendapatkan margin 30 % dari setiap produk makanan yang laku. Kemudian sisa makanan yang tidak laku dikembalikan.

Dalam posisi si A sebagai sohibul Mal dan sementara si B sebagai Mudharib. Modal usaha yang dijalankan dalam bentuk makanan.

Praktek jual seperti ini banyak dipraktekkan oleh para sahabat. Menjalankan misi dagang untuk barang milik orang lain. Kemudian bagi hasil atau diberi persenan sesuai jumlah yang laku.

 

 Wakalah Bil Ujrah

Posisi pemilik barang sebagai yang mewakilkan (Al Mukil) sementara itu si penjual sebagai wakilnya. Selanjutnya mereka menetapkan adanya ujrah atau upah sesuai dengan kesepakatan. Selanjutnya Akad berlangsung adalah akad ijarah.

Dalam wakalah bil ujrah disyaratkan upah yang disepakati harus jelas. Ibnu Qudamah mengatakan upah ijarah disyaratkan harus jekas. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam hal ini. (Al Mughni, 5/327).

Nah bagaimana jika tidak disepakati atau belum disebutkan di awal akad?

Solusinya , nilai upah bisa ditetapkan menyusul, mengacu pada nilai upah standar yang umumnya berlaku di masyarakat (Ujrah Mitls).

Dalam Al FATAWA AL HINDIYAH dinyatakan, Jika ada orang yang mempekerjakan orang lain, untuk tugas tertentu, namun belum menyebutkan upahnya, maka dia berhak mendapatkan upah standar sesuai nilai kerjanya. (Al Fatawa Al Hindiya 4/446).

Untuk menerapkan ini berarti posisi pemilik barang sebagai orang yang mewakilkan, sementara posisi penjual sebagai wakil.

Wakil berhak mendapatkan upah tertentu. Sebagai contoh Pasarkan 10 barang ini selama sebulan, laku berapapun saya kasih upah 1 juta.

 

Akad Ju’alah

Jenis akad ketiga yang bisa dilakukan adalah akad Ju’alah. Dimana posisi penjual barang sebagai makelar atau Simsar, yang mendapat upah berdasarkan barang yang laku. Upah ini disebut Al-Ju’l.

Misalnya saya titipkan 100 eksemplar buku ini dengan harga 35 ribu / buku dan sisanya yang tidak laku dikembalikan.

Transaksi semacam ini dibolehkan.

Imam Bukhori menyebutkan beberapa keterangan ulama.

“Menurut Ibnu Sirin, Atha, Ibrahim, An-Nakhai dan Hasan Al Bashri upah Makelar itu di Bolehkan”.

Ibnu Abbas mengatakan, tidak masalah pemilik barang mengatakan, “Jualkan kain ini. Jika Laku lebih dari sekian, selisihnya milik kamu.”

Ibnu Sirin juga mengatakan, Tidak masalah jika pemilik barang mengatakan “Jualkan dengan harga sekian.Nanti keuntungannya milikmu. Atau keuntungannya kita bagi”. (Shahih Bukhari, 3/92).

Berdasarkan keterangan di atas, harga jual makelar (orang yang memasarkan barang) Ada dua :

  1. Berdasarkan harga yang ditetapkan oleh pemilik barang. Dan posisi makelar berhak mendapatkan upah atau fee sesuai kesepakatan. Dalam hal ini makelar tidak boleh menaikkan harga.
  2. Diberi kebebasan untuk menetapkan harga sendiri, atas seizin pemilik barang. Dan makelar berhak mendapatkan keuntungan dari selisih anatara harga jual dengan harga dari pemilk barang.

Demikian pandangan Islam mengenai hukum konsinyasi, semoga bermanfaat bagi  kita semua. Sumber (Kanal Youtube Yufid TV  Hukum Konsinyasi)

Nah demikianlah cara memulai titip jual.  Semoga bermanfaat untuk kamu yang akan memulai usaha.